Jumat, 24 Desember 2010

Sumenep di Masa Kemerdekaan

Tadjul Arifien R – Sejarawan Sumenep

Judul Asli : Tokoh Pejuang – Sejarah Perjalanan DPRD & Perjuangan Rakyat Sumenep 1945 – 1950
Penyusun : Tadjul Arifien R
Editor : Risno
Setting & Lay-out : Hariyanto
Photografer : Sugeng Trie Wahyudhi
Desain Cover : Syaf Anton WR, Risno, Hariyanto
Diterbitkan oleh : Humas & Publikasi DPRD Kab. Sumenep
Cetakan : Pertama
Edisi : Tahun 2008

Sumenep merupakan sebuah Kabupaten di pulau Madura yang masuk dalam wilayah Propinsi Jawa timur. Terletah di ujung paling timur Pulau Madura, dengan batas wilayah utara laut Jawa, timur laut Flores, selatan selat Madura dan barat Kabupaten Pamekasan. Luas wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Sumenep seluas 2.093,46 km², terdiri dari wilayah daratan dan kepulauan. Sedangkan lautannya seluas 50.000 km². Dengan jumlah penduduk 1.069.928 jiwa (Sensus Penduduk tahun 2006), sedangkan pada waktu jaman kemerdekaan berjumlan sekitar 500.000 jiwa. Keberadaan pulau-pulau di Kabupaten Sumenep sebanyak 126 pulau, 48 pulau berpenghuni 78 pulau tidak berpenghuni, pulau yang terjauh adalah pulau Sakala berjarak 165 mil laut terletak di wilayah paling timur, sedangkan di utara yaitu pulau Masalembu berjarak 114 mil laut. Keadaan tanahnya tandus karena mengandung kapur dan terletak di perbukitan, dengan areal pertanian seluas 180.000 HA yang mayoritas pengairannya tadah hujan, sehingga hasilnya tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat dan tentunya masih bergantung pada pamasukan dari luar daerah. Sedangkan keadaan cuaca yakni mempunyai perbandingan musim hujan dan kemarau 1 : 3, atau rata-rata hanya 80 hari hujan pertahun. Keberadaan hutan sekitar 36.000 HA, yang + 80 % ada di kepulauan.
Dengan melihat struktur geografis dan mata pencaharian tersebut maka jelas bahwa masyarakat Sumenep lebih condong berwatak keras dan pemberani, yang merupakan hasil penyesuaian watak dengan alam sekitarnya. Namun sebagian besar orang Sumenep akan menyangkal bahwa orang Sumenep identik dengan “kekerasan”. Karena kekerasan hal itu hanya akan terjadi manakala kehormatannya terkoyak yang disebabkan oleh persoalan yang amat prinsip, yang terutama meliputi persoalan wanita, tanah air dan agama.
Penduduknya rata-rata beragama Islam yang fanatis serta lebih condong pada paternalistic, tentunya para tokoh agama sangat punya peran dalam menentukan sikap serta karakteristik masyarakatnya. Pada umumnya masyarakatnya pemberani, ulet, tahan uji dan sangat taat kepada agama. Mata pencaharian penduduknya adalah bertani dan nelayan, yang sisanya menjadi buruh, pedagang dan pegawai negeri sipil. Banyak juga yang telah sukses dalam mengarungi kehidupan sehingga menjadi pemimpin. Akan tetapi sedikit sekali pemimpin yang mempunyai pandangan yang luas dalam melihat situasi. Kebanyakan pemimpin terdiri dari Pamong Praja yang cara memimpin dan pandangannya sangat amtelijk, procedural, dan lebih condong pada sifat individualistic.
Tiga ratus lima puluh tahun bangsa Belanda menjajah Indonesia yang kaya makmur akan hasil buminya, yang banyak potensi alamnya, diangkut ke negerinya untuk memperkaya kerajaannya. Selain mengeruk kekayaan negeri ini, penduduk diperbudak hingga lebih hina dari hewan ternak, mereka dibungkam dengan berbagai cara. Senjata api penjajah setiap saat akan menyalak bilamana ada orang pribumi yang dianggap menentang kebijakannya. Penjara dan tempat pembuangan setiap saat menunggu kedatangan para pemilik negeri yang dianggap membangkang terhadap penjajahnya. Hukumpun tidak pernah diterapkan secara tegak sebagaimana mestinya, dan lebih condong pada mengayomi pihak yang lebih kuat.
Kumandang proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak segera bergema di Madura karena buruknya sarana komunikasi oleh hambatan tentara pendudukan Jepang. Luapan kemerdekaan baru timbul mewabah sesudah diucapkannya pidato Presiden Soekarno melalui radio. Pidato Presiden tersebut menginstruksikan pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah dan Badan Keamanan Rakyat di setiap Kabupaten. Pada tanggal 25 Agustus 1945 bekas PETA dan Heiho berkumpul di Pamekasan dan bersama-sama barisan Kepolisian mereka berpawai keliling kota. Penggelaran kekuatan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan tekad mempertahankan kemerdekaan yang sudah dicanangkan.
Para pemuda Seinindan, Keibodan serta sisa-sisa Korps Barisan Madura, para mantan tentara PETA dan Heiho lalu membentuk Badan Keamanan Rakyat. Selain itu pula bermunculan satuan-satuan perjuangan rakyat seperti Hisbullah, Sabilillah, Pemuda Republik Indonesia dan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Karena jumlah pelajar sekolah lanjutan sedikit, maka Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) tidak pernah berkiprah di Madura. Beberapa pelaut Madura serta para pelajar sekolah pelayaran di Sumenep bergabung dengan Tentara Angkatan Laut yang dibentuk di Ujung Surabaya yang kemudian menjelma menjadi BKR-Laut. Satuan-satuan perjuangan ini segera mencoba mempersenjatai diri dengan merebutnya dari tangan tentara dan polisi rahasia Jepang.
Untuk memperlancar roda kehidupan dan pemerintahan maka aparat pemerintahan peninggalan Belanda tetap dipertahankan Jepang agar terus berfungsi. Wakil Syuchokan Cakraningrat diangkat sebagai Residen Madura, tetapi kursi Asisten Residen yang dulu diduduki orang Belanda atau Jepang dikosongkan. Dengan demikian Bupati Bangkalan, Pamekasan (meliputi Sampang), Sumenep menjadi Pengelola tunggal wilayahnya tanpa ada pengawas atau saudara tua penjajahnya lagi. Para Bupati tadi dibantu oleh Patih, Wedana dan Asisten Wedana serta Kepala Desa untuk mengatur pelbagai peringkat pemerintahan wilayah.
Dalam keadaan serba revolusi itu banyak hal yang harus segera dilaksanakan. Setelah pemindahan kekuasaan terlaksana dalam tempo yang singkat, bekas tentara dan aparat pemerintahan Jepang segera diamankan. Untuk melindungi dan menjamin keselamatan jiwa mereka dari amukan rakyat Madura, tawanan perang itu untuk sementara diinapkan dalam rumah penjara. Sesuai keputusan pihak Sekutu maka tentara Inggris dan Australia akan menangani penyerahan dan melucuti persenjataan tentara Jepang.
Ternyata ketegangan muncul lagi ketika tentara Dai Nippon menyerah tanpa syarat kepada tentara Sekutu. Tentara Sekutu datang ke Indonesia dengan diboncengi tentara NICA (Belanda). Keikutsertaan Belanda mempunyai maksud akan mempertahankan status quo seperti keadaan sebelum perang. Memang sudah nasib, belum sempat bangsa Indonesia menyembuhkan luka hatinya, datang lagi Belanda untuk kedua kalinya. Belanda langsung mengambil alih negara mantan jajahannya dari tangan Jepang. Hingga akhirnya rakyat Indonesia mulai sadar bahwa para kaum penjajah sudah tidak layak untuk bertingkah lebih jauh di dalam negeri yang memang sudah menjadi haknya. Mereka berfikir semakin jernih bahwa kalau hal itu dibiarkan maka kehidupan bangsa ini akan semakin terpuruk.
Oleh karena itulah maka muncullah keberanian mereka untuk menolak pihak Belanda yang akan menginjakkan kaki untuk kedua kalinya. Kobaran semangat kemerdekaan semakin membara, dan mereka seakan tidak pernah mengenal rasa takut terhadap semua ancaman yang selalu menghadang di hadapannya. Yang pada akhirnya tetesan darah setiap saat selalu membasahi bumi persada untuk mempertahankan tanah air tercinta ini.
Rakyat di seluruh pelosok Nusantara tergerak untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Manado, Makassar, Bali, Jakarta, Surabaya, Semarang dan termasuk Madura semuanya dengan serentak bergerak. Tujuannya hanyalah satu yaitu melepaskan Indonesia dari cengkeraman penjajah, semua melangkah dengan satu arah, yakni “Merdeka”.Tentara Belanda mulai menyisir setiap jengkal tanah untuk dikuasainya lagi. Para rakyat yang berupaya mempertahankan haknya dianggap sebagai pelaku tindak kriminal. Semua wilayah yang sekiranya dianggap berbahaya dibombardir tanpa ampun sekalipun di sana ada wanita, anak-anak, orang tua jompo dan orang sakit.
Rakyat Sumenep berupaya mempertahankan setiap jengkal tanah, sekalipun dengan persenjataan yang sangat terbatas. Tapi semangat juang tetap berkobar dan tak bisa dipatahkan. Tak ada rotan akarpun jadi, tak ada senapan bambu runcingpun jadi. Para pejuang dari BKR/TKR/TRI, Mobile Brigade, Biro Perjuangan, Pesindo, BPRI, Barisan Hisbullah dan Barisan Sabilillah semua bersatu padu dalam perjuangan. “Bango’ potèya tolang ètèmbang potè mata” (lebih baik putih tulang atau mati dari pada putih mata atau menanggung malu ).
Rakyat Sumenep dengan gagah beraninya mengangkat senjata sekalipun hanya bertahan. Mereka sadar bahwa perlawanannya belum pasti akan berhasil, tapi setidaknya ini membuktikan bahwa di Sumenep telah timbul perlawanan terhadap penjajah. Dengan adanya korban pertempuran melawan penjajah Belanda cukup menjadi catatan sejarah bahwa Sumenep juga mempunyai pahlawan pejuang kemerdekaan.
Hanya karena kekuatan persenjataan yang tidak seimbang maka pada tanggal 11 Nopember 1947 Sumenep jatuh ke tangan Belanda. Dengan dikuasainya Sumenep maka dibentuklah Negara Madura, sebagai negara boneka pihak Recoomba Belanda. RAA. Cakraningrat yang sebelumnya sebagai Residen diangkat sebagai Wali Negara dan diberi anugerah Pangeran.
Dewan Perwakilan Rakyat Madura (DPRM) dibentuk dengan sistem pemungutan suara (yang hanya merupakan tipuan atau pura-pura). 40 orang terpilih dalam pemungutan suara itu, akan tetapi 20 orang ditangkap dan dipenjarakan hanya karena bersuara obyektif. Pada bulan September 1948, Peraturan Negara Madura di syahkan oleh Recoomba Belanda sehingga DPRM yang tersisa mulai berfungsi sebagaimana Parlemen. Pemerintahan Eksekutif dibentuk sekalipun keuangan masih dipegang oleh orang Belanda. Bidang keamanan dalam negeri dibentuk Velligheids Batalyon (VB), Mayor Ismail mantan Barisan Belanda ditunjuk sebagai Komandan. Berdirinya Pemerintah Madura dimotori oleh Partai Kebangsaan Madura dipimpin oleh R. Asmoroyudo, seorang “penyeberang” yang awalnya sebagai pejuang (ex Komandan Resimen 36 Mayangkoro dengan pangkat Letnan Kolonel). Dan Partai Kebangsaan Madura telah dibentuk jauh sebelumnya oleh Ch. O. Van der Plas di Surabaya.
Para pejuang kemerdekaan dan pemuda Madura menuntut pembubaran Negara Madura. Wali Negara Madura yang diangkat Belanda itu mencoba mengelak dengan menyarankan agar pembubaran negara bagian dilakukan berdasarkan konstitusi Republik Indonesia Serikat. Rakyat sudah tidak sabar menghadapi kelambanan tindakan birokrasi dan legislatif, mereka sudah tidak percaya lagi pada pemimpin yang jelas kurang berjiwa nasional. Timbul demonstrasi-demonstrasi pada pertengahan bulan Pebruari 1950 yang menyebabkan Parlemen Madura menyatakan dirinya demissioner dan Negara Madura bubar. Rakyat lalu mendesak Raden Aryo Adipati Pangeran Cakraningrat menyerahkan mandatnya serta mengangkat Bupati Pamekasan Raden Tumenggung Aria Nataadikusuma sebagai Penjabat Residen Republik Indonesia untuk Madura.
Untuk menghindari perkembangan yang dapat semakin memburuk, tanggal 9 Maret 1950 Pemerintah Republik Indonesia Serikat memberlakukan Undang-undang yang melegalkan pembubaran negara bagian yang dikehendaki oleh rakyat dan pemerintahnya. Berdasarkan Undang-undang tersebut maka Negara Bagian Madura, Jawa Timur dan Jawa Tengah dinyatakan bubar, dan wilayahnya diterima kembali ke pangkuan Republik Indonesia. Pada bulan itu juga seorang berjiwa Republik tulen Sunarto Hadiwidjojo diangkat dan dilantik sebagai Residen Madura.Tak lama kemudian banyak negara bagian lain yang mengikuti jejak Madura membubarkan diri dan bergabung kembali dengan Republik Indonesia. Maka pada tanggal 17 Agustus 1950 Republik Indonesia Serikat dibubarkan dan dirubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia serta dikukuhkan kembali. Ini sesuai dengan aspirasi rakyat ketika kemerdekaan Indonesia di Proklamasi kan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Setelah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kembali kepada cita-cita rakyat ketika memproklamirkan kemerdekaan. Sejak saat itu maka Indonesia mulai menata diri dan selanjutnya menganut paham kedaulatan rakyat (Demokrasi). Untuk kesempurnaan menata negara maka harus dilengkapi dengan komponen seperti yudikatif dan legislatif. Dan semuanya diawali dengan pemilihan wakil rakyat untuk menentukan penataan komponen yang lain melalui pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu). Tapi itupun tidak serta merta bisa sempurna secara spontanitas, dan tentunya masih melalui tahapan demi tahapan. Dalam melintasi tahapan-tahapan tersebut juga menjalani peristiwa demi peristiwa yang juga merupakan suatu perjuangan yang tidak ringan. Yang pada dasarnya di dalam penataan suatu negara masih harus berjuang dan berjuang terus hingga mencapai kemerdekaan yang sesuai dengan harapan rakyat.
Penerjunan payung pertama di Pangligur Sumenep, 20 Oktober 1947
oleh : Mayor R. Abd. Djamal & Kapten R. Ach. Hafiludin,
dari pesawat Dakota RI 001 yang dipiloti Comodor R. Abdul Halim Perdana Kusuma






BIBLIOGRAPHY :

  • Tentara PETA pada Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia – Nugroho Notosusanto
  • Lintasan Sejarah Madura – Mien Ahmad Rifa’i
  • Sejarah Madura Selayang pandang – Drs. Abd. Rahman
  • Juragans en bandols. Tussenhande op het eiland Madura – de  Jonge
  • Perjuangan Rakyat Madura, dari daerah RI de daerah RI – H. Mohammad Moestadji, BA & Didik Hadidjah HS
  • Literature  of Java - Pegeaud
  • Petempuran Surabaya – Nugroho Notosusanto, Pusjarah ABRI
  • Handelingen van hel Eerste Congres voor de Taal, Land en Volkenkunde van Java
  • Indonesia di tengah-tengah Dunia dari abad ke abad – Drs Soeroto
  • Manusia Madura – Mien Ahmad Rifa’i
  • Jejak Masyayikh An Nuqayah – Kado Reuni  Alumni PP An Nuqayah Latee
  • IPS Sejarah – Wahyudi Jaya SS
  • Sejarah tjaranya pemerintahan di daerah-daerah di kepulauan Madura dengan hubungannya – Zainal Patah 
  • Bhabhad Songennep – R. Werdisastra & R. Sastrawidjaja
  • Sejarah Perjuangan di Madura – Lembaga Monumen Revolusi 45
  • Sejarah singkat perjuangan rakyat di Madura semasa perjuangan 1945 – Panitia pemindahan kerangka Pahlawan dan pembangunan Taman Makam Pahlawan Kabupaten Pamekasan – Mayor Inf. Aliwasyah
  • Susunan Pertahanan rakyat di Madura selama Clash ke I – Kolonel RP. Abdullah
  • Ulama Pejuang, Pejuang Ulama – Nico Ainul Yakin
  • Sejarah Nasional dan Umum – Edhi Wurjantoro
  • Kangean dari Zaman Wilwatikta sampai Republik Indonesia (1350 – 1950) – Sahwanoedin Djojoprayitno
  • Kronik Sejarah – Drs. Amar Kurnia, Drs. H. Moh. Suryana
  • Biografi KH. Zainal Arifin – Tadjul Arifien R.
  • Perjalanan hidup KH. Abd. Mannan Djazuli
  • Resume Panitia Lembaga Monumen Revolusi 1945 – R. Soenarto Hadiwidjojo
  • Masalah pokok Sarasehan – Sulaiman
  • Resume Perjuangan Polisi Negara Madura dimasa Kemerdekaan – Soe’oedin

1 komentar:

  1. Pemuda dan pemudi dizaman sekarang perlu membaca buku ini untuk mengetahui perjuangan para leluhurnya yang berkorban jiwa raga dan hartanya...!!!

    BalasHapus